BERITA

Din Syamsudin Dukung Ketum Golkar Airlangga jadi Capres 2024

0
Mantan Ketua PP Muhammadiyah, Din Syamsudin.

Berita Golkar – Mantan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsudin menyampaikan dukungannya kepada Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menjadi capres 2024. Sebab, dia menyebut ada peluang untuk mendapatkan kemenangan.

Dia juga mengaku tidak rela jika Airlangga Hartarto menjadi cawapres di Pilpres 2024.

“Saya WA beliau, sebagai alumni Slipi (DPP Golkar), tak rela hati kalau Ketua Umum Golkar jadi cawapres. Kalau ada pasangan keempat, peluang menang,” kata Din Syamsuddin, saat jadi pembicara di Forum Dialog Nusantara ‘Peran TIK Memperkuat Toleransi dan Persatuan Dalam Pularisme NKRI’ di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Senin (29/5).

Baca Juga :  Menko Airlangga: Pemerintah Siap Melaksanakan Putusan MK atas Pengujian Formil UU Cipta Kerja

Diketahui, Din Syamsuddin pernah menjadi ketua Balitbang Golkar pada 1993. Din pun berkelakar bahwa dia masih Golkar.

“Saya tersinggung saat Mbak Nurul (Nurul Arifin) bilang mantan. Saya masih. Kalau hati saya dibuka, kuning. Penyakit kuning,” ujar Din.

Din Syamsuddin pun bicara soal kemajemukan. Dia menyebut, kemajemukan bisa menjadi pemersatu atau pemecah.

“Kemajemukan, dia mengindikasikan ada keragaman, tapi merupakan bagian dari kesatuan. Bisa jadi kekuatan bisa jadi kelemahan,” ucap Din.

“Banyak data empiris kemajemukan membawa persatuan, tapi ada data empiris kemajemukan membawa pertentangan,” ujarnya.

Baca Juga :  Menko Airlangga Wakili Presiden Jokowi pada APEC Leaders' & Guests' Working Lunch

Din pun menyinggung soal demokrasi pada sila ke-4 Pancasila, berbeda dengan demokrasi liberal. Sila itu berbunyi ‘Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.’

Menurut Din, pemimpin yang disebut dalam Sila ke-4 adalah pemimpin semua golongan. Bukan pemimpin golongan atau kelompok yang membuat dia menang dalam Pemilu.

“Kepemimpinan itu, kepemimpinan mengayomi semua, berasa di atas semua kelompok,” tuturnya.

“Pada demokrasi liberal, timbulkan polarisasi. Sering kali tak ayomi yang tak memilih. Bahkan cenderung memusuhi. Ini yang tak ada di Pancasila,” imbuhnya.