LEGISLATIF

Legislator Golkar Soroti Masih Adanya Eksploitasi Perempuan dalam Konten Media Sosial

0
Anggota Komisi I DPR Nurul Arifin.

Berita GolkarDengan banyaknya konten yang beredar saat ini, tidak sedikit konten yang menjadikan perempuan sebagai obyek. 

“Obyektifikasi perempuan ini terjadi akibat budaya patriarki yang sudah tertanam di tengah masyarakat selama ini, sehingga terbawa ke dalam budaya digital,” kata anggota DPR RI Komisi I, Nurul Arifin, dalam Webinar Aptika Kemkominfo (21/2/2023).

Lebih lanjut dia menerangkan akan selalu ada potensi eksploitasi perempuan dalam media massa, dengan menggunakan penggambaran perempuan dalam publikasi media (konten sosial media, iklan, dan sebagainya) untuk meningkatkan perhatian pada media atau produk tertentu.

Baca Juga :  Lindungi Perempuan, Hetifah Dorong Penerapan UU TPKS Secara Maksimal

“Media dikonsumsi oleh jutaan orang di seluruh dunia dan informasi yang disebarkan dapat menghasilkan stereotip dan norma sosial yang membentuk standardisasi terhadap perempuan,” kata Nurul.

Terkait perkembangan teknologi informasi harus memberikan dampak yang positif, termasuk terhadap citra perempuan.

“Dunia digital harus dimanfaatkan untuk mematahkan stigma di tengah masyarakat mengenai budaya patriarki dan obyektifikasi perempuan”, lanjut Nurul

Nurul juga mengharapkan, masyarakat Indonesia dapat memiliki budaya digital yang lebih baik dan lebih sehat, sesuai dengan karakteristik bangsa.

Lebih lanjut Nurul menambahkan bahwa urgensi tindakan kebijakan konkrit diperlukan untuk mendorong partisipasi dan inklusi penuh perempuan dalam ekonomi digital, sekaligus pada saat yang sama mengatasi stereotip dan norma sosial yang mengarah pada diskriminasi terhadap perempuan.

Baca Juga :  Menko Airlangga: Pemerintah Siapkan Satgas AZEC dan Satgas Semikonduktor

“Kesenjangan gender digital perlu diselesaikan. Tidak ada bagi perempuan mendapat diskriminasi dan stigma negati di dunia digital,” ujar dia.

Secara nasional, indeks literasi digital Indonesia 2022 mendapatkan skor 3,54 dari skala 1-5 atau pada level “sedang”. Indeks tersebut naik 0,05 poin dibanding 2021 yang berada di level 3,49.

Hal itu menunjukkan kemampuan masyarakat dalam menggunakan teknologi informasi dan komunikasi digital secara umum, meski masih rendah terbukti meningkat sejak awal pandemi sampai sekarang.