LEGISLATIF

NIK jadi Pengganti NPWP, Legislator Golkar Minta Edukasi Secara Masif

0
Anggota Komisi XI DPR RI, Puteri Komarudin.

Berita Golkar – Anggota Komisi XI DPR RI, Puteri Komarudin meminta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk melakukan edukasi secara masif kepada masyarakat, terkait dengan kebijakan penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai pengganti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Menurutnya, edukasi kebijakan anyar tersebut sangatlah penting.

Sebab, kata Puteri, masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa dengan berlakunya kebijakan tersebut, maka penduduk akan secara otomatis menjadi wajib pajak dan harus membayar pajak ke negara.

“Hal seperti ini yang saya kira perlu lebih disosialisasikan ke publik agar paham manfaat dan konsekuensinya,” tegas Puteri seperti dikutip dari wartawan, Selasa (26/7).

Baca Juga :  Kalsel Diharapkan jadi Lumbung Pangan Bagi IKN, Golkar: Akan Berdampak Baik

Seperti diketahui, Pemerintah telah resmi menerapkan kebijakan penggunaan NIK sebagai pengganti NPWP.

Proses transisi tersebut akan dilakukan secara bertahap hingga 1 Januari 2024 mendatang.

Untuk itu, Puteri meminta agar DJP terus berkoordinasi dengan lembaga/kementerian terkait, yang dalam hal ini adalah Ditjen Dukcapil Kemendagri, agar proses transisi ini berjalan lancar.

Politisi Partai Golkar itu menambahkan, koordinasi tersebut diperlukan untuk dilakukan validasi secara rinci agar nantinya terhindar dari potensi error.

Sehingga, apabila ditemukan perbedaan, DJP juga perlu melakukan konfirmasi kepada wajib pajak atas data yang dimilikinya.

“Tak hanya itu, kesiapan sistem antar kedua instansi ini juga harus dipastikan bisa mendukung proses pertukaran data dengan baik,” ujar Politisi Partai Golkar tersebut.

Lebih lanjut, Puteri mendorong pemerintah untuk memastikan seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali memiliki NIK sebagai basis data.

Baca Juga :  Pendaftaran Citayam Fashion Week ke Kemenkumham, Maman Abdurrahman Beri Tanggapan

Sebab, selain untuk kepentingan perpajakan, NIK juga diperlukan untuk menjamin masyarakat yang rentan mendapatkan bantuan dari pemerintah yang didanai dari pajak yang dibayarkan rakyat.

“Apalagi, riset Bappenas menyebutkan adanya korelasi antara kepemilikan dan kemiskinan,” ungkap Puteri.

“Fungsi NIK tidak hanya untuk pemungutan pajak, tetapi juga wujud keberpihakan negara dalam melindungi kelompok rentan. Karena mereka yang tidak punya NIK kemungkinan besar tidak terdata dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), sehingga tidak mendapatkan bantuan yang semestinya mereka peroleh. Padahal, fungsi bantuan sosial sangat penting sebagai bantalan sosial dan menjaga konsumsi masyarakat,” tutup Puteri.

Sebagai informasi, berdasarkan data dari Bappenas, tercatat sebanyak 50,78 persen penduduk miskin di Papua tidak memiliki NIK.

Selain itu, tercatat juga sebanyak 22,72 persen penduduk miskin berusia 0-17 tahun belum memiliki akta kelahiran.