OPINI

Peneliti Senior BRIN Apresiasi Golkar Pimpin Gerakan Tolak Proporsional Tertutup

0
Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto (tengah).

Berita Golkar – Peneliti Senior BRIN R Siti Zuhro mengapresiasi langkah Golkar memimpin gerakan penolakan proporsional tertutup yang diutarakan PDIP. Menurutnya, esensi pemilu adalah kompetisi dan debat.

“Apa yang dikompetisikan adalah visi, misi dan program. Kualitas partai-partai lah yang harus dikompetisikan agar pemilu berkorelasi positif terhadap kualitas pemerintahan. Golkar sebagai partai besar dan berpengalaman menunjukkan perannya dengan menggalang partai-partai yang ada di DPR untuk berkumpul dan memiliki perspektif yang sama dalam mendukung sistem proporsional terbuka,” ujar Siti, Selasa (10/1/2023).

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menginisiasi pertemuan delapan parpol untuk menolak sistem pemilu coblos parpol atau proporsional tertutup.

Baca Juga :  KIB Tegas akan Perangi Politik Identitas

Golkar ingin sistem pemilu tetap menggunakan coblos Caleg alias proporsional terbuka.

Seperti diketahui, Golkar bersama PKB, Demokrat, NasDem, PAN, PPP dan PKS menggelar pertemuan di Hotel Dharmawangsa pekan lalu.

Gerindra berhalangan hadir. Namun, mereka sepakat menolak proporsional tertutup.

Siti mengatakan, inisiatif Golkar tersebut perlu diapresiasi oleh partai-patai dan publik luas.

Karena interupsi terhadap tahapan pemilu akan merepotkan dan membingungkan dan bisa memunculkan silang sengkarut.

“Harus dibedakan antara dukungan terhadap pemerintah dan partai-partai yang memikirkan nasibnya dalam pemilu legislatif 2024. Ketika usulan tertutup dinilai mengancam 8 partai, maka mereka menolaknya secara bersama,” tegas Siti.

Baca Juga :  Pengamat Politik ARSC: Golkar Berhasil Bertransformasi Jadi Partai Modern

Siti menilai, ada plus minus dari sistem proporsional tertutup atau coblos parpol.

Sebab kewenangan partai akan sangat besar dalam sistem tertutup. Misalnya menentukan anggota DPRD dan DPR. Bukan lagi rakyat seperti proporsional terbuka.

Di sisi lain, hak otonom kader tidak besar. Oleh sebab itu, Siti menilai, 8 partai ini sudah siap dengan sistem proporsional terbuka.

“Jadi kalau sekonyong-konyong diubah pastinya berat bagi 8 parpol,” imbuhnya.

Siti menambahkan, PDIP memilih proporsional tertutup dengan sejumlah pertimbangan. Misalnya, menghindari dampak negatif seperti vote buying atau politik uang.

“Otoritas parpol yang bisa tergerus dengan model terbuka. Kultur politik internal PDIP bisa jadi lebih kompatibel dengan sistem proporsional tertutup,” katanya.