LEGISLATIF

Dedi Mulyadi Minta Pemerintah Tidak Buru-Buru Impor Beras

0
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Dedi Mulyadi.

Berita Golkar – Pemerintah kembali membuka wacana untuk melakukan impor beras sebanyak 2 juta ton.

Pemerintah beralasan impor beras dilakukan karena serapan gabah di petani belum bisa memenuhi stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP).

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi mengatakan, saat ini justru petani merasa kebingungan karena pengusaha atau tengkulak yang biasa menyerap gabah mengalami dilema.

Mereka takut ketika menyerap banyak gabah dari petani justru pemerintah malah melakukan impor beras.

“Sehingga ketika dia beli dengan harga cukup tinggi, begitu impor harus jual dengan harga rendah. Kondisi psikologis ini harus diselesaikan agar gabah petani terserap dan penyerapnya punya kepastian apakan ini mau impor atau enggak, kalau impor berapa, dan kalau impor apa yang akan dilakukan. Sehingga psikologis ini membuat petani mengalami problem penjualan,” ujar dia dalam keterangan resminya, Rabu (29/3/2023).

Permasalahan lain, kata Kang Dedi, saat ini petani seolah menjalankan produksi sendiri tanpa adanya pendampingan.

Sebab selama ini minim sekali petugas yang turun ke lapangan memberikan bimbingan pada petani untuk meningkatkan produktivitas.

Salah satu penyebab tak ada petugas pendamping adalah masih rendahnya gaji para PPL.

Sehingga mereka tak memiliki motivasi bekerja, ditambah dengan penurunan pengetahuan PPL karena terus berkembangnya dunia pertanian yang tak dibarengi dengan pelatihan memadai.

Baca Juga :  Kemah PDK Kosgoro 1957 Jabar, Ridwan Kamil Ajak Kader Fokus dan Satu Komando

“Ini problem yang harus dibenahi pada sistem pertanian kita,” ucap Kang Dedi.

Di sisi lain, Kang Dedi juga menyoroti pemerintah dalam hal ini BPS yang selalu membuat branding bahwa petani padi harus terus miskin.

Ketika panen tinggi harga dibuat murah dan saat panen raya justru muncul kebijakan impor.

“Kemudian masuk desain berpikir kenaikan sekian kilogram beras berdampak pada inflasi. Kalau mau lebaran yang diomongin inflasi pasti beras, cabai, bawang, tapi harga pakaian naik tidak dianggap inflasi, harga sewa mobil naik tidak dianggap inflasi, ini kan branding yang diarahkan untuk petani kita menjadi kelompok marginal yang selamanya akan miskin,” katanya.

“Walaupun mereka miskin dari segi statistik BPS, hidupnya jauh lebih berkah dibanding yang tinggi pendapatannya. Karena sampai hari ini tidak ada petani yang berduyun-duyun datang ke DPR demo menuntut nasib mereka,” sambung Kang Dedi.

Persoalan pupuk juga menjadi salah satu yang Kang Dedi soroti. Sebab pupuk hingga kini selalu menjadi problem turunnya produktivitas terutama bagi petani yang memiliki lahan Garapan kecil.

Ia menilai permasalahan tersebut tak akan pernah berakhir jika hulu hingga hilir tidak ditangani secara serius.

“Kita tahu bahwa di balik menurunnya produktifitas ada keuntungan para pedagang yaitu mereka yang senang impor. Sehingga ke depan angka statistik dan anggaran pertanian semestinya diarahkan pada aspek yang menjadi kebutuhan dasar agar kita tidak selalu ngomong dari tahun ke tahun, dari lebaran ke lebaran beras, cabai, itu terus, seolah negeri ini tak pernah bergeser masalahnya dari kebutuhan pokok kita,” ungkap dia.

Baca Juga :  KTT ASEAN-PBB ke-12 Kamboja, Menko Airlangga dampingi Presiden Jokowi

Kembali ke persoalan impor beras, Kang Dedi meminta pemerintah tak buru-buru melakukannya manakala gabah di petani masih tersedia.

Ia tak ingin petani terus-terusan menjadi kelompok yang menderita karena kebijakan tersebut.

“Saya sudah menjelaskan apa yang mesti dilakukan pemerintah untuk tidak buru-buru impor manakala gabah di petani masih tersedia. Jangan sampai gabah tersedia tidak diserap, tapi lebih pilih impor. Jangan terjadi peristiwa seperti itu. Karena bagaimanapun tugas negara melindungi petani, tetapi negara harus menyediakan ketersediaan pangan untuk masyarakat,” katanya.

Menurutnya kedua hal tersebut bisa berjalan seiringan jika seluruh lembaga di pemerintahan kerja sama secara komprehensif dan tidak saling ego.

Seperti halnya Kementan yang fokus meningkatkan produktivitas, begitupun Kemendag bertugas mengatur regulasi ketersediaan.

“Di situlah harus dibangun antara yang produksi dan yang mengatur regulasi ketersediaan harus berjalan bersama. Jangan sampai yang satu ingin meningkatkan produksi, yang satu ingin selalu mencari jalan pintas keuntungan besar atas setiap tindakan tanpa mempedulikan nasib para petani,” ujar Ketua DPD Partai Golkar Dedi Mulyadi.