DPD GOLKAR

Ahmed Zaki Tegaskan Dukung Pemilu Sistem Proporsional Terbuka

0
Ketua DPD Partai Golkar DKI Jakarta Ahmed Zaki Iskandar.

Berita Golkar – Ketua DPD Partai Golkar DKI Jakarta Ahmed Zaki Iskandar menegaskan mendukung pemilu dengan sistem proporsional terbuka.

Sebab hal itu dinilai demokratis dan membuka kesempatan bagi mereka yang memiliki kinerja bagus.

“Dengan sistem proporsional terbuka semua kader mempunyai peluang yang sama, ketika dia dari bacaleg menjadi caleg ditetapkan mereka mempunyai peluang yang sama asal mereka mau bekerja di tengah masyarakat,” ungkap Zaki Iskandar di Jakarta, Selasa (31/1).

Baca Juga :  Pemilu 2024, Golkar Sumsel Siap Pertahankan Kemenangan

Zaki berpendapat bahwa sistem proporsional terbuka lebih demokratis dan membangun iklim politik yang dinamis di tubuh partai sendiri.

Ia juga menyoroti regulasi yang belum diatur jika sampai sistem pemilu diubah menjadi proporsional tertutup.

“Pemilu kurang lebih tinggal 1 tahun lagi, ini akan menjadi tantangan tersendiri bagaimana penyelenggara pemilu membuat aturan dan teknis pelaksanaan pemilu dalam waktu singkat,” tuturnya.

Zaki juga menambahkan bahwa partai politik tidak boleh alergi terhadap penyegaran organisasi agar partai mampu beradaptasi dan menjawab perubahan yang terjadi di masyarakat.

“Baru saja kita juga di DPD Golkar DKI melakukan penyegaran dan itu merupakan sesuatu yang biasa karena organisasi sebesar partai Golkar harus mampu beradaptasi dan cepat melihat perkembangan lingkungan terutama di DKI Jakarta,” ujarnya.

Baca Juga :  Proklamasi Kemerdekaan, Ketum Golkar Airlangga: Ajarkan Kita Kolaborasi, bukan Polarisasi

Sebagai informasi, beberapa hari yang lalu Mahkamah Konstitusi mengadakan sidang uji materi terhadap gugatan penerapan sistem proporsional terbuka.

Delapan dari sembilan partai yang ada di parlemen telah menyatakan sikap mendukung sistem proporsional terbuka, dukungan tersebut diinisiasi oleh partai Golkar.

Upaya untuk mengubah dari sistem proporsional terbukan menjadi sistem proporsional tertutup dianggap sebagai kemunduran demokrasi.

Usulan perubahan tersebut akan mempengaruhi teknis pemilihan anggota dewan yang masuk parlemen yang diserahkan sepenuhnya kepada partai.