DPD GOLKAR

Golkar Wonogiri Beri Tanggapan Soal Sistem Pemilu Terbuka

0
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Wonogiri, Bondan Sejiwan Bima Aji.

Berita Golkar – Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Wonogiri, Bondan Sejiwan Bima Aji, mengatakan pada prinsipnya Golkar siap jika pemilu menggunakan sistem proporsional terbuka atau tertutup.

Hanya, menurut dia sistem proporsional terbuka lebih baik tetap diterapkan.

Menurut pria yang akrab disapa Bondan itu, dengan sistem terbuka konstituen bisa langsung memilih figur calon anggota legislatif sesuai dengan apa yang dikehendaki.

Dia menilai asas demokrasi pada sistem proporsional terbuka lebih baik dibandingkan tertutup.

Sistem proporsional tertutup justru akan memundurkan kualitas demokrasi.

Baca Juga :  Caleg Golkar Arfa Gunawan Bagikan 15.000 Liter Air Bersih di Padabeunghar Sukabumi

“Semua ada kekurangan kelebihan. Tidak ada yang 100% sempurna. Tapi saya pribadi lebih cenderung setuju sistem pemilu menggunakan sistem proporsional terbuka. Saya politikus yang lahir dari sistem itu,” kata Bondan kepada wartawan, Kamis (5/1/2023).

Bondan mengakui jika dalam sistem proporsional terbuka kerap ditemui pelanggaran pemilu seperti money politic atau politik uang.

Para calon anggota legislatif memberikan uang kepada konstituen agar memilih calon tersebut.

Tetapi praktik semacam itu bukan berarti akan hilang begitu sistem pemilu diubah menjadi proporsional tertutup. Bisa saja politik uang terjadi di internal partai.

Kader partai bisa membeli nomor jadi anggota legislatif pada pimpinan partai demi terpilih menjadi anggota legislatif.

Baca Juga :  Hampir Pasti Golkar Usung Kilikliy - Petrus

Menyoal adanya kanibalisme di internal partai dalam sistem proporsional terbuka, hal itu menurut dia menjadi bagian dari demokrasi.

Masing-masing calon anggota legislatif dari parti yang sama berhak berjuang dan bertarung dengan lawannya baik dengan calon dari internal maupun eksternal partai.

Masyarakat juga berhak memilih siapa saja dan dari partai apa saja.

“MK [Mahkamah Konstitusi] yang sedang menguji materi [sistem pemilu] sebaiknya tetap menetapkan sistem proporsional terbuka seperti yang telah ditetapkan pada 2008. Sebagai lembaga hukum, jangan sampai MK mencederai muruahnya dengan mengubah-ubah hukum yang telah ditetapkan sendiri,” ujar dia.