DPP GOLKAR

Jelang Pemilu 2024, Waketum Golkar Bamsoet Beri Pesan untuk Kader

0
Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo.

Berita Golkar – Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo berpesan pada kader Golkar untuk tidak ‘baperan’ dan jangan jadi kutu loncat dalam politik.

Dia mengingatkan dalam waktu dekat Indonesia akan menyelenggarakan Pemilu yang menjadi sarana untuk menegakkan Demokrasi serta membangun Indonesia.

Bamsoet menjabarkan sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, jumlah peserta Pemilu 2024 di Indonesia mencapai 204,8 juta jiwa.

Dari total pemilih tersebut, jumlah generasi milenial dan generasi Z yang tercatat sebagai peserta Pemilu 2024 mencapai 115,6 juta jiwa, atau lebih dari 56 persen.

Artinya, kata dia, hasil Pemilu serentak akan sangat ditentukan oleh suara generasi muda.

“Kematangan generasi muda dalam memahami wawasan kebangsaan secara mendalam akan menjadi faktor kunci dalam menentukan sikap politik dan menggunakan hak pilihnya secara dewasa. Karena itu, dalam pembangunan wawasan kebangsaan yang digalakkan oleh MPR melalui program Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, generasi muda menjadi salah satu kelompok sasaran prioritas,” jelas Bamsoet dalam keterangannya, Rabu (6/9/2023).

Hal ini disampaikannya usai memandu Pengucapan Sumpah Tofan Maulana dari Partai Golkar, Daerah Pemilihan Sumatera Selatan II sebagai Anggota MPR Pengganti Antar Waktu di Ruang Delegasi MPR RI, Jakarta.

Baca Juga :  Golkar Minta LPP TVRI & RRI Tak Gaungkan Dehumanisasi dan Rendahkan Martabat Manusia

Ketua DPR RI ke-20 itu menjelaskan apa pun paradigma yang dikedepankan dalam penyelenggaraan Pemilu, apakah dimaknai sebagai implementasi konkret dari daulat rakyat, ataukah sebagai media legitimasi bagi terbentuknya sebuah rezim pemerintahan, maupun sebagai bagian dari proses pelembagaan representasi aspirasi publik, pada hakikatnya penyelenggaraan Pemilu adalah sarana, dan bukan tujuan.

“Tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara telah diamanatkan dalam Pembukaan UUD NKRI Tahun 1945, yaitu terbentuknya suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,” jelas Bamsoet.

Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia itu menerangkan penyelenggaraan Pemilu adalah jalan menuju terbentuknya pemerintah negara sebagaimana dimaksud dalam amanat Konstitusi.

Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, jelasnya, Pemilu adalah manifestasi dan implementasi demokrasi yang tidak boleh terlewatkan begitu saja.

“Pemilu memiliki makna penting, tidak hanya bagi para kontestan peserta Pemilu, melainkan juga bagi segenap elemen masyarakat yang memiliki hak suara, hak untuk memilih, dan hak untuk menentukan masa depan bangsa,” papar Bamsoet.

Baca Juga :  Doli Kurnia: Golkar Terbuka untuk Presiden hingga Rakyat Biasa

Bamsoet menambahkan sedemikian pentingnya hak pilih, sehingga Lyndon Baines Johnson, Presiden Amerika Serikat ke-36, mengemukakan bahwa hak untuk memilih adalah hak dasar yang tanpanya, hak-hak lainnya tidak akan ada artinya.

Hak memilih ini memberi setiap manusia, sebagai individu, kesempatan untuk menentukan kendali atas nasib mereka sendiri.

Bamsoet mengatakan pandangan tersebut menegaskan betapa pentingnya partisipasi dalam pemilu, sebagai wujud kepedulian dan komitmen untuk turut membangun kehidupan kebangsaan ke depan.

Menurut Bamsoet, berdasarkan pengalaman yang sudah dialami bangsa Indonesia, dapat diambil pelajaran bahwa mewujudkan Pemilu yang jujur, adil, damai, dan berkualitas, bukanlah pekerjaan yang mudah.

Sering kali Pemilu menghasilkan residu kontestasi politik yang berimbas pada polarisasi rakyat, serta dapat memicu lahirnya konflik horizontal.

“Di sinilah pentingnya kita membangun komitmen dan kesadaran kolektif, bahwa esensi dari kompetisi demokrasi adalah memenangkan hati rakyat yang bermuara pada kepentingan rakyat, dan bukan justru menempatkan rakyat pada kutub-kutub polarisasi yang berseberangan. Kita juga tidak ingin implementasi demokrasi prosedural membuat kita terjebak pada demokrasi angka-angka, dan menjadi abai terhadap implementasi demokrasi secara substansial. Keduanya harus seiring sejalan, bersinergi membangun demokrasi yang seutuhnya,” ujar Bamsoet.