LEGISLATIF

Muhidin Mohamad Said Minta OJK Mitigasi Ketat Kenaikan Gagal Bayar Kredit

0
Anggota Komisi XI DPR RI, Muhidin Mohamad Said.

Berita Golkar – Jelang Lebaran dan saat bulan Ramadan, kebutuhan pembiayaan masyarakat berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengalami tren peningkatan.

Dalam hal ini, kredit kendaraan bermotor tercatat sebagai pembiayaan paling tinggi disamping platform ‘Buy Now Pay Later’.

Menyikapi kondisi tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Muhidin Mohamad Said usai kunjungan kerja spesifik dipimpin Wakil Ketua Komisi XI Amir Uskara ke Bogor, Kamis (14/3/2023) mewanti-wanti asosiasi perusahaan pembiayaan bersama OJK memitigasi secara ketat untuk menghindari kenaikan kasus gagal bayar.

Baca Juga :  Golkar Maros: Kader Golkar Harus Duduki Kursi Bupati Lagi

“Mungkin karena mudahnya didapatkan kredit ini sehingga konsumen juga kadangkala tidak melihat kemampuannya, sehingga dia memaksakan diri untuk mengambil. Jadi pada saat pengembalian terjadi masalah, maka pihak pembiayaan tentu tidak mau rugi. Nah inilah yang jadi problem,” ujar Muhidin.

Oleh karena itu, Politisi Fraksi Partai Golkar tersebut mengimbau OJK harus mencari jalan tengah suatu penataan pola pembiayaan yang sehat.

Salah satunya, usul Muhidin, dengan cara persyaratan kredit yang harus semakin diperketat.

“Ini harus dicari suatu pola yang bagus, mungkin ada batasan, harus dilihat apakah layak diberikan pinjaman atau tidak, kalau tidak ya saya kira dibatasi. Kalau diluar negeri kita lihat bahwa permintaan dan penawaran itu seimbang. Jangan sampai meminjam itu gampang, mengembalikannya itu susah,” tandasnya.

Baca Juga :  Soal Jakarta, Ridwan Kamil: Secara Infrastuktur Tidak Didesain jadi Ibu Kota

Tak hanya itu, Muhidin mendorong OJK untuk semakin meningkatkan edukasi dan lebih selektif terhadap calon debitur pada saat melakukan verifikasi data peminjam.

Tujuannya, melihat kelayakan pinjaman agar tidak terjadi risiko gagal bayar serta menghindari potensi benturan di lapangan antara pihak kreditur dengan konsumen.

“Karena mungkin kurangnya edukasi pada saat mengambil itu merasa mudah, pada saat pengembaliannya merasa ada pemaksaan, kemudian ada saling ancam mengancam. Nah ini kan membuat suatu keresahan di tengah masyarakat. Ini yang harus kita jaga bersama, tidak terjadi merugikan pembiayaan dan masyarakat sehingga tidak terjadi benturan,” pungkas Muhidin.